Beberapa waktu yang lalu ramai pemberitaan di sosial media membahas mengenaiseorang pemuda yang merusak motor bahkan membakar STNK nya hanya karena tidak terima ditilang polisi yang bertugas. Nampak pemuda tersebut tidak dapat mengontrol emosinyamembanting dan melempar motornya meskipun pacarnya me...
Beberapa waktu yang lalu ramai pemberitaan di sosial media membahas mengenai seorang pemuda yang merusak motor bahkan membakar STNK nya hanya karena tidak terima di tilang polisi yang bertugas. Nampak pemuda tersebut tidak dapat mengontrol emosinya membanting dan melempar motornya meskipun pacarnya memohon agar pemuda tersebut berhenti. Banyak orang yang bertanya tanya apakah tindakan tersebut harus dilakukan? Padahal yang bersalah dan menjadi sebab menyebabkan pemuda itu harus ditilang adalah karena dirinya yang bersalah dan melanggar aturan berkendara, kondisi psikis apa yang dialami pemuda tersebut? Beragam tanggapan muncul menanggapi perilaku negatif yang dilakukan pemiuda tersebut, namun yang dilihat oleh masyarakat bias jadi hanya permukaannya saja. Di balik perilaku negatif tersebut tentu ada latar belakangnya. Perlu pemahaman lebih dalam lagi untuk memahami perilaku merusak barang saat marah. Apakah hal tersebut dilakukan setiap marah? Apakah baru sekali ini saja? Dan pada saat bagaimana perilaku itu muncul? Apakah sebelumnya dia mengalami tekanan hebat dalam hidupnya sehari hari? Tidak ada yang tau sebelum dilakukan pemeriksaan yang mendalam oleh seorang professional di bidang kesehatan mental. Ketika seseorang mengalami tekanan yang berat secara terus menerus. Itu sama saja seperti menimbun sampah dalam batin. Kita tidak benar benar tau kapan tekanan itu akan meledak seperti bom waktu yang tinggal menunggu pemicunya saja. Maka dari itu merelease
emosi dengan bijaksana sangat di butuhkan bahkan harus selalu dilatih. Agar ketika seseorang membutuhkan waktu untuk meluapkan emosinya tidak mengganggu dan merugikan orang lain dan lingkungan sekitar. Ketika seseorang mengalami ledakan emosi yang begitu kuat dan ketidak mampuan untuk menolak dorongan agresif mungkin individu tersebut mengalami gangguan yang disebut dengan gangguan eksplosif intermiten. Seseorang yang mengalami gangguan ini sering kali secara serius merusak property atau menyerang orang lain, dan bereaksi dengan cara yang seenuhnya tidak sesuai dengan penyebab marah. Gangguan ini biasanya dimulai pada akhir masa kanak-kanak atau remaja. Gejalanya sering muncul beruba agresi verbal dan fisik terhadap barang, hewan, atau orang dalam jangka waktu yang sering. Lalu sikap apakah yang harus dilakukan agar kita dapat mengontrol emosi dengan baik? Bukankah marah itu merupakan sifat alami manusia?. Memang benar marah merupakan sikap alami manusia tetapi reaksi marah terkadang bersifat semu, dalam artian level marah seseorang terhadap sesuatu bias berkurang seiring dengan waktu atau situasi, sehingga bias jadi yang tadinya seseorang ingin ngamuk dan berteriak setelah jeda sesaat menjadi hilang marahnya. Berikut tips mengelola emosi guna mengurangi perilaku ngamuk/ merusak barang : 1. Tunda marah dengan mengalihkan perhatian missal minum segelas air putih, cuci muka atau mendengarkan music 2. Atasi dengan menulis luapan emosi atau curhat dengan sahabat di tempat yang bukan lokasi pemicu marah 3. Undur marah dengan meninggal kan lokasi tempat kejadian yang membuat marah
4. Amati penyebab marah dengan instropeksi apakah kita marah dengan orangnya, kejadiannya atau sikapnya. Hal ini penting untuk bahan instropeksi kita. Namun jika keinginan untuk melakukan kekerasan verbal dan merusak barang tidak dapat diatasi sendiri dan justru keinginan itu semakin meningkat dalam jangka waktu yang sering. Cobalah mencari bantuan tenaga professional di bidang kesehatan mental seperti psikolog klinis, psikiater, atau konselor untuk mendapat sesi pengobatan dan psikoterapi lebih serius dan ter program.